Pelalawan
Penanganan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dengan korban bernama Itdayani  di Polr...[read more] "> Pelalawan
Penanganan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dengan korban bernama Itdayani  di Polr" />
 
Home
Keluarga Besar Rang Jambak ( KBRJ) Mengadakan Silaturahmi dan Berbuka Bersama. | Polres Dumai Berhasil Menggulung 4 Tersangka Dengan Barang Bukti 5000 Kg Sabu dan 150 Butir Pil Ekta | Minta Perhatikan Daerah yang Komitmen Menjaga Lingkungan | Keluarga Besar SDN 006 Pangkalan Kerinci Gelar Buka Puasa Bersama | Pemko Pekanbaru Serahkan LKPD 2023 ke BPK Perwakilan Riau | Disdukcapil Pekanbaru: Dokumen Kependudukan Sudah Ada Barcode, Tidak Perlu dilegalisir
Jum'at, 29 Maret 2024
/ Pelalawan / 07:49:11 / Tersangka KDRT Tidak Ditahan Polres Pelalawan Jadi Tanda Tanya /
Tersangka KDRT Tidak Ditahan Polres Pelalawan Jadi Tanda Tanya
Rabu, 14/04/2021 - 07:49:11 WIB

Realitaonline.com, Pelalawan
Penanganan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dengan korban bernama Itdayani  di Polres Pelalawan sudah tahap satu di Kejaksaan. Meskipun terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka, namun hingga hari belum ditahan oleh kepolisian. Hal itu menjadi tanda tanya besar dari Hendri Siregar SH selaku pengacara korban.

"Korban mengaku sejak mendapat kekerasan dari terlapor, dia mengalami pendarahan sampai keguguran. Sehingga diduga kuat akibat dari pemukulan yang dilakukan oleh tersangka terhadap korban, ada indikasi kehilangan satu nyawa manusia," jelas kuasa hukum korban kepada media ini Selasa (13/4/2021) di Pangkalan Kerinci.

Menurutnya proses penangan perkara tersebut di kepolisian, dinilai mengandung suatu problem dan intrik. Dengan melihat situasi yang demikian, kuasa hukum korban KDRT pun, sepertinya memainkan sebuah strategi yang  terbilang tingkat tinggi. Sehingga tidak lama setelah mendampingi kliennya membuat laporan polisi, Hendri Siregar SH melayangkan surat pencabutan sebagai  kuasa hukum kliennya di Polres Pelalawan, sambil mengumpulkan bukti-bukti baru, agar nantinya memiliki keyakinan penuh bahwasanya dia mendampingi orang yang benar-benar teraniaya. Sehingga seolah-olah Hendri Siregar selaku kuasa hukum korban, terkesan tidak menangani kasus itu lagi. Ibarat bermain sebuah layangan, layang-layangnya dilepas tapi talinya tetap dalam kendali, katanya sambil melebarkan senyum.

Hendri Siregar menyusun strategi itu, demi menangkal kemungkinan penerapan rumusan pasal yang tidak sesuai dengan tindak pidana KDRT dalam perkara kliennya tersebut. "Kita mewanti-wanti bila dalam perkara itu dijadikan sebagai tindak pidana penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam pasal 351 KUHP. Ternyata dugaan saya tidak meleset, polisi memang menerapkan pasal tersebut," jelasnya.

Hendri Siregar menjelaskan bahwa sejak awal dia sudah memprediksi jauh kedepannya ada strategi yang harus diatur dalam menangani perkara kliennya tersebut,  mulai penanganan dari kepolisian hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Pelalawan nantinya. Karena sepertinya tersangka Rusdianto orang yang kebal hukum dan mendapat perlakuan istimewa, apalagi saksi fakta yang melihat kejadian di TKP (tempat kejadian perkara) belum ada seorang pun saat terjadinya kekerasan terhadap kliennya, bebernya. 

Pengacara yang pernah membebaskan kliennya sebagai terdakwa pelecehan seksual anak dibawah umur di Pengadilan Negeri Pelalawan itu mengatakan. "sebetulnya surat pencabutan kuasa itu sengaja dilayangkan di Polres Pelalawan untuk memberikan ruang dan kesempatan seluas-luasnya kepada kliennya untuk berjuang sendiri. Juga untuk bisa membuktikan bahwasanya dia benar-benar menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, dimana pelakunya adalah suaminya sendiri bernama Rusdianto kendati dalam status pernikahan secara agama atau siri. Sekaligus juga ingin melihat sejauh mana profesionalisme pihak kepolisian dalam menangani kasus itu, kata Hendri Siregar.

Dikatakan andvokad itu, sejak awal saya menemukan kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Misalnya klien saya selaku korban pada saat membuat pengaduan belum dilakukan pemeriksaan psikologisnya akibat kekerasan tersebut, termasuk anaknya korban. "Begitu melihat keberlanjutan proses penyidikan yang kurang maksimal dan janggal dalam menangani perkara itu, ditambah lagi upaya mediasi antara korban dengan tersangka gagal, kita langsung melakukan tindakan koreksi. Salah satunya melayangkan surat di Polres Pelalawan meskipun tidak dikabulkan, ketusnya. 

Setelah berkas perkara itu masuk tahap satu, sebagai upaya koordinasi, maka kuasa hukum juga melayangkan surat kepada Kejaksaan Negeri Pelalawan, memohon untuk memberikan petunjuk terhadap Polres Pelalawan untuk melengkapi berkas perkara itu. Upaya lainnya, sebagai kuasa hukum korban telah mendaftarkan permohonan  praperadilan di Pengadilan Negeri Pelalawan dengan termohon Polres Pelalawan, jelasnya.

Dijelaskannya lagi, hal lain yang dinilai janggal dalam penanganan perkara itu adalah meskipun terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka, tapi tidak ditangkap dan ditahan. Padahal sebagaimana rumusan Pasal 44, UU. Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, ancaman hukuman selama 5 tahun penjara. Sehingga saya menilai penyidik memperlakukan tersangka Rusdianto sangat istimewa padahal di pihak klien saya Itdayani mengalami keguguran akibat kekerasan yang di alaminya. Kendati dalam hal itu pihak Polres Pelalawan menyampaikan bahwa penahanan tersangka atas pertimbangan sesaui ketentuan hukum yang berlaku. Terkecuali jika terlapor melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatannya, baru ditahan, jawab Kasat Reskrim Polres Pelalawan AKP Nardi Masri Marbun kepada wartawan sebagaimana yang dilansir media beberapa waktu lalu.

Dibeberkannya lagi, kemudian ada sejumlah permintaan saya selaku kuasa hukum korban terhadap penyidik Polres Pelalawan, tidak diakomodir hingga saat ini. Seperti hasil pemeriksaan medis yang telah dilakukan terhadap korban di RS Bhayangkara Polda Riau, belum ditingkatkan menjadi visum et repertum, meskipun sejak awal sudah saya minta, tandas Hendri Siregar lagi.

Anehnya dalam penanganan perkara itu, satu unit mobil yang seharusnya menjadi barang bukti, tidak disita oleh penyidik. Sementara menurut pengakuan klien saya bernama Itdayani, dia dipukuli didalam mobil tersebut sehingga nantinya, lokus tindak pidana akan berpotensi di eksepsi ketika Rusdianto di periksa di persidangan. Lebih anehnya lagi, surat dari Ditreskrimum Polda Riau yang meminta berkas perkara KDRT itu untuk ditarik dari Polres Pelalawan, sepertinya itu juga hanya formalitas saja, meskipun pihak Polres Pelalawan beralasan karena perkara sudah tahap satu di Kejaksaan Negeri Pelalawan, ucapnya.

Maka itu kami berharap dan memohon dengan segala hormat kepada Kejaksaan Negeri Pelalawan, agar nantinya dapat mengakomodir permohonan yang telah kami sampaikan secara tertulis itu dalam perkara tersebut. Saya percaya penuh dalam menangani perkara itu, pihak Kejaksaan Negeri Pelalawan cukup profesional dengan memberi petunjuk-petunjuk sebagaimana mekanismenya kepada pihak Polres Pelalawan untuk melengkapi berkas perkara tersebut, apa lagi Kejaksaan Negeri Pelalawan saat ini dibawah pimpinan seorang wanita. Sebagai wanita tentu bisa merasakan penderitaan seorang wanita yang merasa teraniaya, sebutnya. 

Ditambahkan Hendri Siregar, Senin (12/4/2021) sekira pukul 16.00 Wib, klien saya Itdayani dan anaknya sudah di periksa oleh ahli psikologi klinis di kantor PPA Propinsi Riau. Harapan saya, tersangka Rusdianto di jerat dengan Pasal 44, UU. No. 23 tahun 2004 tentang KDRT, dan di juntokan dengan Pasal 90 KUHP, karena akibat kekerasan yang dilakukannya berkategori mengakibatkan luka berat. Sebab diduga kuat akibat dari kekerasan itu, nyawa manusia yang dalam hal ini janin dari kandungan seorang wanita yang sedang hamil mengalami keguguran, ucapnya. (Sona)
   
 
 
 
 
 

Alamat Redaksi & Iklan :
 
Jl. Garuda No. 76 E Labuhbaru
Pekanbaru, Riau-Indonesia
  Mobile  : 081268650077
Email : yhalawa2014@gmail.com