Home
Polres Dumai Berhasil Menggulung 4 Tersangka Dengan Barang Bukti 5000 Kg Sabu dan 150 Butir Pil Ekta | Minta Perhatikan Daerah yang Komitmen Menjaga Lingkungan | Keluarga Besar SDN 006 Pangkalan Kerinci Gelar Buka Puasa Bersama | Pemko Pekanbaru Serahkan LKPD 2023 ke BPK Perwakilan Riau | Disdukcapil Pekanbaru: Dokumen Kependudukan Sudah Ada Barcode, Tidak Perlu dilegalisir | Dinas Kesehatan Kota Dumai Laksanakan Lomba Balita Sehat Yang Diikuti Ratusan Peserta
Jum'at, 29 Maret 2024
/ Advertorial / 17:34:21 / Sempena Hut ke 62 Provinsi Riau, 12 Tokoh Mendapat Gelar Pejuang Kemerdekaan. /
Sempena Hut ke 62 Provinsi Riau, 12 Tokoh Mendapat Gelar Pejuang Kemerdekaan.
Sabtu, 10/08/2019 - 17:34:21 WIB

REALITAONLINE.COM, PEKANBARU - Sempena Hut ke 62 Provinsi Riau, 12 tokoh dari 12 Kabupaten/Kota resmi mendapat gelar Pejuang Kemerdekaan.
Gelar Pejuang Kemerdekaan tersebut diumumkan langsung Ketua DPRD Riau, Septina Primawati Rusli, dalam Rapat Paripurna yang juga dihadiri Gubernur Riau Syamsuar dan sejumlah tokoh termasuk mantan Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, Anggota DPR RI, Jhon Erizal dan Walikota Pekanbaru, Firdaus MT.
Piagam gelar Pejuang Kemerdekaan sendiri diserahkan langsung oleh Gubernur Riau, Syamsuar kepada perwakilan Ahli Waris, yang disaksikan pimpinan DPRD Provinsi Riau, dan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Provinsi Riau.

Salah satu ahli waris penerima piagam Pejuang Kemerdekaan, Mursalim yang mewakili keluarga Kapten Mansyurdin mengaku bersyukur atas penghargaan tersebut.
Pasalnya kata Mursalim, nama Kapten Mansyurdin sudah sejak lama diusulkan menjadi pahlawan nasional Riau.
Berikut Ini sejarah singkat perjuangan Kapten Mansyurdin dari data Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Provinsi Riau serta cerita pihak Ahli Waris.
Kapten Mansyurdin adalah termasuk tokoh yang sangat dihormati dan disegani di negeri ini. Sang Kapten merupakan pria kelahiran Pariaman 10 Januari 1923 yang lahir dari pasangan Nurdin-Balun dan wafat pada 10 Juni 1960.
Sepanjang hidupnya, ia abdikan untuk kemajuan dan perjuangan di Riau.
Perjuangan Menjelang dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI di Pekanbaru
Pada saat berita kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu tanggal 15 Agustus 1945 tersiar di daerah Riau pada akhir Agustus 1945, menimbulkan keraguan rakyat tentang siapa yang akan menggantikan pemerintahan Jepang, apakah Belanda atau Inggris. Sementara itu penduduk bangsa Cina (Kuo Min Tang) menganggap bahwa yang berhak menggantikan pemerintahan Jepang adalah bangsa Cina karena merupakan sekutu dari Negara yang menang perang.
Penduduk bangsa Cina di Pekanbaru mengibarkan bendera Kuo Min Tang di rumah-rumah, kapal-kapal, tongkang-tongkang milik Cina, serta kapal-kapal dan perahu-perahu milik Cina tidak mau lagi diperiksa oleh Duane atau Polisi, disamping itu juga tidak mau singgah di Siak dan kampung-kampung, akibatnya terputus hubungan satu kampung ke kampung yang lain.
Demikian juga, bekas tawanan Belanda yang berjumlah ratusan telah berubah dari tawanan menjadi tentara Belanda yang bersenjata lengkap, dan bahkan sudah menyatakan bahwa Belanda lah yang akan berkuasa di Indonesia.
Kapten Mansyurdin Membawa Salinan Pamflet Teks Proklamasi dari Bukit Tinggi
Dalam suasana yang tidak menentu dan tidak ada adanya kepastian tentang keberlangsungan pemerintahan pasca Jepang kalah perang ini, terjadi selama lebih kurang setengah bulan. Beberapa utusan sudah dikirim ke Bukit Tinggi (ibu kota Sumatera Tengah pada saat itu) untuk menemui Tokoh Pergerakan di Bukit Tinggi, tetapi kepastian yang diharapkan belum juga diperoleh.
Berita yang diterima oleh Kantor PTT Pekanbaru, juga bukan dalam bentuk Teks Proklamasi lengkap, tetapi hanya kabar bahwa Indonesia sudah merdeka. Barulah pada tanggal 29 Agustus 1945, Mansyurdin yang merupakan bekas anggota Gyu Gun, datang ke Pekanbaru dengan membawa dua orang rekannya yakni, Nur Rauf dan Rajab untuk membawa Salinan Pamflet Teks Proklamasi yang ditanda tangani Soekarno-Hatta yang berhasil diperolehnya dari Bukit Tinggi.

Mansyurdin merupakan bekas anggota Gyu-Gun yang diperbantukan di Pekanbaru oleh Markas Besar BO-EI-SIREI-BU Sumatera di Bukit Tinggi. Daerah pengawasan Mansyurdin adalah antara Padang dan Singapore termasuk Pekanbaru.
Sesampainya di Pekanbaru dini hari tanggal 30 Agustus 1945 Salinan Pamflet Teks Proklamasi langsung ditempelkan ke berbagai tempat sehingga pagi harinya masyarakat Pekanbaru gempar, ada yang percaya dan ada yang tidak. Untuk mempermudah aksinya tersebut, Mansyurdin berupaya memperbanyak teman guna membantu mencari kain merah putih. Namun pada waktu itu kain tersebut sulit didapat, sehingga Sang Merah Putih gagal dinaikkan. Pihak Kepolisian (dipimpin KEISI KARIM) yang mengetahui aksi Mansyurdin dan kedua rekannya, lalu membaslah pamflet serta menangkap kedua rekan Mansyurdin. Namun pada hari itu juga mereka dilepas, dan diperintahkan segera kembali ke Bukit Tinggi.
Kapten Mansyurdin bersama rekan-rekannya Bermawi, Ali Rasyid, Bang Ali, Bongsu, dan lain-lain, membentuk gerakan pemuda pada tanggal 1 September 1945 yang oleh Mansyurdindiberi nama "Serikat Hantu Kubur".
Gerakan pemuda tersebut berupaya mengimbangi tindakan-tindakan Belanda dan kaki tangannya, serta mengumpulkan persenjataan sebanyak mungkin yang kemudian senjata-senjata tersebut digudangkan di rumah S.R.S Abbas.
Pada saat itu begitu banyaknya pihak-pihak yang ingin agar Belanda, Jepang, dan bahkan Cina dapat berkuasa di Indonesia setelah Jepang Kalah Perang. Gerakan "SERIKAT HANTU KUBUR" merupakan gerakan tersembunyi para pemuda dengan maksud memberikan ancaman bagi mereka yang membantu Belanda dan bangsa lainnya yang ingin berkuasa di Indonesia.
"SERIKAT HANTU KUBUR" juga pernah menumpas suatu gerakan perampok yang menamakan dirinya "BLACK CAT" yang ternyata suatu organisasi gelap yang diorganisir Belanda.
Sang Merah Putih Dinaikkan di Pekanbaru
Pada tanggal 12 September 1945, pemimpin-pemimpin rakyat beserta para pemuda, antara lain: Umar Usman, Dt.Mangku, Wan Abdurrachman, Hasan Basri, Basrul Jamal, Toha Hanafi, Bermawi, Amat Suka, Rd.Yusuf, Rd.Selamat, Agus Ramadan, Abu Bakar Abduh, menaikkan bendera merah putih secara resmi di Kantor Riau SYU TJO KAN (Residen Riau). Tindakan tersebut diambil alih oleh para pemuda, karena Instruksi Penaikan Bendera Merah Putih dari Gubernur Sumatera di Medan kepada Residen Riau pada waktu itu (AMINUDDIN) tidak ditanggapi, akibat sudah dipengaruhi Belanda.
Sebelumnya Sang Merah Putih pernah dinaikkan para pemuda di Kantor Riau SYU TJO KAN, tetapi tidak lama dapat berkibar karena kedatangan tentara Sekutu dari Singapore yang dipimpin Majoor Langly, yang memerintahkan Jepang untuk menurunkan Sang Merah Putih. Para pemuda pada awalnya akan menghantam tentara Jepang tersebut, namun dibatalkan dengan pertimbangan untuk menjadikan Jepang sebagai kawan dalam melawan Belanda/sekutu.

Pada tanggal 12 September 1945, pemimpin-pemimpin rakyat beserta para pemuda, antara lain: Mansyurdin, Umar Usman, Dt.Mangku, Wan Abdurrachman, Hasan Basri, Basrul Jamal, Toha Hanafi, Bermawi, Amat Suka, Rd.Yusuf, Rd.Selamat, Agus Ramadan, Abu Bakar Abduh, menaikkan bendera merah putih secara resmi di Kantor Riau SYU TJO KAN (Residen Riau).

Gambar mungkin berisi: 3 orang, orang berdiri dan dalam ruangan
Tindakan tersebut diambil alih oleh para pemuda, karena Instruksi Penaikan Bendera Merah Putih dari Gubernur Sumatera di Medan kepada Residen Riau pada waktu itu (AMINUDDIN) tidak ditanggapi, akibat sudah dipengaruhi Belanda.
Sebelumnya Sang Merah Putih pernah dinaikkan para pemuda di Kantor Riau SYU TJO KAN, tetapi tidak lama dapat berkibar karena kedatangan tentara Sekutu dari Singapore yang dipimpin Majoor Langly, yang memerintahkan Jepang untuk menurunkan Sang Merah Putih. Para pemuda pada awalnya akan menghantam tentara Jepang tersebut, namun dibatalkan dengan pertimbangan untuk menjadikan Jepang sebagai kawan dalam melawan Belanda/sekutu.
Mansyurdin dan Bermawi, serta beberapa orang pemuda mendatangi rumah Residen Aminuddin dan Keisi Karim (Komisaris) dengan maksud menanyakan pendiriannya terkait Kemerdekaan Indonesia.
Sebenarnya, pernah juga beberapa pemimpin rakyat mendatangi mereka, akan tetapi tidak ditanggapi, akibat pengaruh dari pihak Belanda yang sering mendatangi rumah mereka.
Akibat desakan dari Mansyurdin, Bermawi, dan para pemuda, akhirnya Aminuddin melarikan diri masuk kamp Sekutu, sedangkan Keisi Karim diperintahkan meninggalkan Riau sesegera mungkin.
Mansyurdin Diangkat Sebagai Wakil Komandan Barisan Kemanan Rakyat (BKR)
Setelah pengibaran bendera merah putih di Pekanbaru, Aparat Pemerintahan, Barisan Keamanan Rakyat (BKR), Organisasi Pemuda, dan lain-lain mulai disusun, dan disebarkan ke seluruh Riau.
Saat itu Abd.Malik diangkat sebagai Residen Riau pada tanggal 14 September 1945, sementara Hasan Basri diangkat sebagai Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR), dan Mansyurdin diangkat sebagai Wakil Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR).
Sang Saka Merah Putih Kembali Dikibarkan "Serikat Hantu Kubur" di Pekanbaru, Usai Diturunkan Jepang
"Serikat Hantu Kunur" yang dikomandoi Mansyurdin, kembali menaikkan bendera sang Saka Merah Putih yang sudah diturunkan Tentara Jepang di Kantor Riau Syu Tjo Kan.
Saat itu, 'Sang Merah Putih' yang sudah berkibar di Kantor Syu Tjo Kan  sejak tanggal 1 September 1945, tiba-tiba diturunkan kembali oleh Tentara Jepang.
Mansyurdin bersama 4 orang rekan-rekannya, yakni  Bermawi, Miswan, Abdullah Rukun dan Adjo Udin lalu bertindak. Pada malam harinya dengan sembunyi-sembunyi dan merangkak, mereka menaikkan kembali Sang Merah Putih di Kantor Riau Syu Tju Kan yang sedang dikawal tentara Jepang.
Barangkali Tentara Jepang yang mengawal ketiduran, atau tidak melihat akibat malam yang sangat gelap, aksi tersebut tidak diketahui mereka. Pada tiang bendera itupun ditulis kalimat yang berbunyi "AWAS SIAPA YANG MENURUNKAN MAUT", di bawah kalimat itu juga ditulis "SERIKAT HANTU KUBUR".
Kemudian, pada posisi paling atas dibuat gambar tengkorak dan kalimat-kalimat yang ditulis Albanik. Dan ternyata upaya Mansyurdin tidak sia-sia. Para tentara Jepang tidak mau lagi menurunkn bendera itu.
Maka, berkibarlah terus Sang Merah Putih di Kantor Syu Tjo Kan yang akhirnya dinamakan Kantor Residen RI Riau.
Sang Merah Putih yang dinaikkan oleh Mansyurdin dan rekan-rekannya pada tengah malam buta itu, merupakan pemberian Toha Hanafi kepada "Serikat Hantu Kubur".

Pada tanggal 12 September 1945, pemimpin-pemimpin rakyat beserta para pemuda, antara lain: Mansyurdin, Umar Usman, Dt.Mangku, Wan Abdurrachman, Hasan Basri, Basrul Jamal, Toha Hanafi, Bermawi, Amat Suka, Rd.Yusuf, Rd.Selamat, Agus Ramadan, Abu Bakar Abduh, menaikkan bendera merah putih secara resmi di Kantor Riau SYU TJO KAN (Residen Riau).
Tindakan tersebut diambil alih oleh para pemuda, karena Instruksi Penaikan Bendera Merah Putih dari Gubernur Sumatera di Medan kepada Residen Riau pada waktu itu (AMINUDDIN) tidak ditanggapi, akibat sudah dipengaruhi Belanda.
Sebelumnya Sang Merah Putih pernah dinaikkan para pemuda di Kantor Riau SYU TJO KAN, tetapi tidak lama dapat berkibar karena kedatangan tentara Sekutu dari Singapore yang dipimpin Majoor Langly, yang memerintahkan Jepang untuk menurunkan Sang Merah Putih. Para pemuda pada awalnya akan menghantam tentara Jepang tersebut, namun dibatalkan dengan pertimbangan untuk menjadikan Jepang sebagai kawan dalam melawan Belanda/sekutu.
Mansyurdin dan Bermawi, serta beberapa orang pemuda mendatangi rumah Residen Aminuddin dan Keisi Karim (Komisaris) dengan maksud menanyakan pendiriannya terkait Kemerdekaan Indonesia.
"Serikat Hantu Kubur" yang dikomandoi Mansyurdin, kembali menaikkan bendera sang Saka Merah Putih yang sudah diturunkan Tentara Jepang di Kantor Riau Syu Tjo Kan. Saat itu, 'Sang Merah Putih' yang sudah berkibar di Kantor Syu Tjo Kan  sejak tanggal 1 September 1945, tiba-tiba diturunkan kembali oleh Tentara Jepang.
Mansyurdin bersama 4 orang rekan-rekannya, yakni  Bermawi, Miswan, Abdullah Rukun dan Adjo Udin lalu bertindak. Pada malam harinya dengan sembunyi-sembunyi dan merangkak, mereka menaikkan kembali Sang Merah Putih di Kantor Riau Syu Tju Kan yang sedang dikawal tentara Jepang.

Barangkali Tentara Jepang yang mengawal ketiduran, atau tidak melihat akibat malam yang sangat gelap, aksi tersebut tidak diketahui mereka. Pada tiang bendera itupun ditulis kalimat yang berbunyi "AWAS SIAPA YANG MENURUNKAN MAUT", di bawah kalimat itu juga ditulis "SERIKAT HANTU KUBUR".
Kemudian, pada posisi paling atas dibuat gambar tengkorak dan kalimat-kalimat yang ditulis Albanik. Dan ternyata upaya Mansyurdin tidak sia-sia. Para tentara Jepang tidak mau lagi menurunkn bendera itu.
Maka, berkibarlah terus Sang Merah Putih di Kantor Syu Tjo Kan yang akhirnya dinamakan Kantor Residen RI Riau. Sang Merah Putih yang dinaikkan oleh Mansyurdin dan rekan-rekannya pada tengah malam buta itu, merupakan pemberian Toha Hanafi kepada "Serikat Hantu Kubur".
Kapten Mansyurdin, Bermawi dan Bongsu Ditangkap dan Diancam Hukuman Tembak oleh Sekutu.
Tepat pada tanggal 25 September 1945 atas permintaan Sekutu pada Residen Riau, maka Mansyurdin, Bermawi, dan Bongsu dibawa ke Markas Sekutu dengan alasan untuk melakukan perundingan.
Kepergian Mansyurdin dkk, didampingi  oleh Residen Malik, Ketua KNI (Komite Nasional Indonesia) RD Jusuf, Agus Ramadan, dan Saiman Djamian sebagai Juru Bahasa.
Ternyata, kedatangan mereka sudah ditunggu oleh seorang Kolonel  Jepang, yaitu Kepala Staf  tentara Jepang seluruh Riau, serta tentara Jepang dari wilayah lainnya.
Setelah terjadi tanya jawab tentang keamanan di Riau, Jepang memutuskan untuk menahan Mansyurdin beserta Bermawi dan Bongsu.
Akan tetapi Residen Malik beserta delegasi tidak menerima keputusan itu. Akhirnya, Kolonel Jepang tersebut mengambil jalan tengah, dimana Mansyurdin dan dua rekannya diserahkan kepada Kompetei (Polisi Militer Jepang) kala itu.
Kepada para delegasi, Kolonel Jepang membisikkan, bahwa Mansyurdin dan 2 rekannya akan dihukum tembak oleh Sekutu dengan tuduhan mengacau keamanan dan lubang kuburan sudah disediakan.
Dan Jepang berjanji lagi kepada delegasi, bahwa Mansyurdin beserta 2 rekannya tersebut akan diselamatkan sebisa mungkin.
Kapten Mansyurdin, Bermawi dan Bongsu Diadili Jepang di Pekanbaru
Sehari setelah penangkapan, yakni pada tanggal 26 September 1945, Sekutu memerintahkan Pengadilan Jepang untuk mengadili Mansyurdin dan 2 rekannya, yakni Bermawi dan Bongsu.
Situasi di dalam dan luar Pengadilan sangat tegang, Kompetei mengawal dengan senjata berat di sekeliling Pengadilan, saat rakyat ramai berdatangan.
Saat itu, Mansyurdin dan 2 rekannya didampingi oleh Residen Malik, Ketua KNI Rd. Jusuf, Arifin Achmad (Mantan Gubernur Riau), Toha Hanafi, Dalian Sagala, Agus Ramadan, dan lain-lain.
Pengadilan saat itu menuduh Mansyurdin dkk sebagai pengacau keamanan, pembunuh, perampok, dan berbagai tudingan lainnya.
Saat itu, pengadilan memutuskan, mengadili Mansyurdin dkk selama 8 tahun penjara. Namun pada akhirnya, setelah memperoleh pembelaan dari teman-temannya, hukuman diturunkan menjadi 4 tahun penjara dan dikirim ke Bukit Tinggi dengan pengawalan ketat dari Kompetei (Polisi Militer Jepang).
Dalam perjalanan menuju ke Bukit Tinggi, Mansyurdin dan 2 rekannya diiringi terus oleh Residen Malik, Ketua KNI Rd Jusuf, Agus Ramadan, dan lain-lain. Mereka dimasukkan kedalam penjara di Jalan Paseban.
Baca Juga: Kapten Mansyurdin Dibebaskan Jepang, Asal Tak Kembali ke Riau


pemimpin-pemimpin rakyat beserta para pemuda, antara lain: Mansyurdin, Umar Usman, Dt.Mangku, Wan Abdurrachman, Hasan Basri, Basrul Jamal, Toha Hanafi, Bermawi, Amat Suka, Rd.Yusuf, Rd.Selamat, Agus Ramadan, Abu Bakar Abduh, menaikkan bendera merah putih secara resmi di Kantor Riau SYU TJO KAN (Residen Riau).

Tindakan tersebut diambil alih oleh para pemuda, karena Instruksi Penaikan Bendera Merah Putih dari Gubernur Sumatera di Medan kepada Residen Riau pada waktu itu (AMINUDDIN) tidak ditanggapi, akibat sudah dipengaruhi Belanda.
Sebelumnya Sang Merah Putih pernah dinaikkan para pemuda di Kantor Riau Syu Tjo Kan, tetapi bendera tersebut tidak lama dapat berkibar di Pekanbaru.
Saat itu, Kota Pekanbaru kedatangan para tentara Sekutu dari Singapora yang dipimpin Majoor Langly, yang memerintahkan Jepang untuk menurunkan 'Sang Merah Putih'.
Baca Juga: Kapten Mansyurdin, Komandan Polisi Milter Pertama di Riau
Para pemuda pada awalnya akan menghantam tentara Jepang tersebut, namun dibatalkan dengan pertimbangan untuk menjadikan Jepang sebagai kawan dalam melawan Belanda/sekutu.
Pada waktu itu, Mansyurdin dan Bermawi, serta beberapa orang pemuda mendatangi rumah Residen Aminuddin dan Keisi Karim (Komisaris) dengan maksud menanyakan pendiriannya terkait Kemerdekaan Indonesia.
Sebenarnya, pernah juga beberapa pemimpin rakyat mendatangi mereka, akan tetapi tidak ditanggapi, akibat pengaruh dari pihak Belanda yang sering mendatangi rumah mereka.
Akibat desakan dari Mansyurdin, Bermawi, dan para pemuda, akhirnya Aminuddin melarikan diri masuk kamp Sekutu, sedangkan Keisi Karim diperintahkan meninggalkan Riau sesegera mungkin.
Mansyurdin Diangkat Sebagai Wakil Komandan Barisan Kemanan Rakyat (BKR)
Setelah pengibaran bendera merah putih di Pekanbaru, Aparat Pemerintahan, Barisan Keamanan Rakyat (BKR), Organisasi Pemuda, dan lain-lain mulai disusun, dan disebarkan ke seluruh Riau.
Saat itu Abd.Malik diangkat sebagai Residen Riau pada tanggal 14 September 1945, sementara Hasan Basri diangkat sebagai Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR), dan Mansyurdin diangkat sebagai Wakil Komandan Barisan Keamanan Rakyat (BKR).
Sang Saka Merah Putih Kembali Dikibarkan "Serikat Hantu Kubur" di Pekanbaru, Usai Diturunkan Jepang
"Serikat Hantu Kubur" yang dikomandoi Mansyurdin, kembali menaikkan bendera sang Saka Merah Putih yang sudah diturunkan Tentara Jepang di Kantor Riau Syu Tjo Kan.
Saat itu, 'Sang Merah Putih' yang sudah berkibar di Kantor Syu Tjo Kan  sejak tanggal 1 September 1945, tiba-tiba diturunkan kembali oleh Tentara Jepang.
Mansyurdin bersama 4 orang rekan-rekannya, yakni  Bermawi, Miswan, Abdullah Rukun dan Adjo Udin lalu bertindak. Pada malam harinya dengan sembunyi-sembunyi dan merangkak, mereka menaikkan kembali Sang Merah Putih di Kantor Riau Syu Tju Kan yang sedang dikawal tentara Jepang.
Diduga, saat itu tentara jepang tertidur saat mengawal, atau tidak melihat akibat malam yang sangat gelap. Aksi tersebut tidak diketahui mereka. Pada tiang bendera itupun ditulis kalimat yang berbunyi "AWAS SIAPA YANG MENURUNKAN MAUT", di bawah kalimat itu juga ditulis "SERIKAT HANTU KUBUR".
Kemudian, pada posisi paling atas dibuat gambar tengkorak dan kalimat-kalimat yang ditulis Albanik. Dan ternyata upaya Mansyurdin tidak sia-sia. Para tentara Jepang tidak mau lagi menurunkn bendera itu.
Maka, berkibarlah terus Sang Merah Putih di Kantor Syu Tjo Kan yang akhirnya dinamakan Kantor Residen RI Riau. Sang Merah Putih yang dinaikkan oleh Mansyurdin dan rekan-rekannya pada tengah malam buta itu, merupakan pemberian Toha Hanafi kepada "Serikat Hantu Kubur".

Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang telah dibentuk Hasan Basri, diubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan TRI (Tentara Republik Indonesia).
Saat itu, Hasan Basri menjabat sebagai Komandan TRI dengan Pangkat Letnan Kolonel.

Sedangkan Mansyurdin, yang saat itu bersama rekan-rekanya membentuk 'Serikat Hantu Kubur' diberi amanah guna membentuk 'Polisi Tentara' seluruh Riau dengan Pangkat Kapten.
Sementara itu, 'Serikat Hantu Kubur' bentukan Kapten Mansyurdin akhirnya resmi dibubarkan setelah dibentuk Polisi Tentara Seluruh Riau.

 Pulangkan Jepang dengan Damai dari Kota Pekanbaru
Memulangkan para Tentara Jepang ke negaranya, Pemerintah RI Daerah Riau tidak perlu berdarah-darah atau menghilangkan nyawa masyarakat Riau.
Dalam menghadapi Jepang, Pemerintah RI Daerah Riau saat itu, memiliki taktik tersendiri. Dimana pemerintah dan masyarakat tidak menunjukkan sikap permusuhan.
Baca Juga: Kapten Mansyurdin Bentuk Serikat Hantu Kubur
Bahkan sebaliknya, Pemerintah RI Daerah Riau membentuk sebuah wadah yang diberi nama 'Badan Penghubung Indonesia Jepang'. yang saat itu diketuai oleh Wakil Residen Riau BA Muchtar.
Dengan adanya Badan Penghubung Indonesia Jepang itu, Jepang pun mau memberikan peralatan termasuk senjata kepada para pemuda di Riau.
Baca Juga: Kapten Mansyurdin, Komandan Polisi Milter Pertama di Riau
Meskipun saat itu tentara Sekutu memerintahkan Jepang untuk menghancurkan alat perlengkapan seperti senjata, motor, dan lain-lain agar tidak jatuh ke tangan Indonesia, namun Jepang ternyata mencari jalan lain untuk membantu Indonesia dengan cara sembunyi-sembunyi.
Saat itu, Jepang hanya merusak alat perlengkapan yang dianggap tidak penting, dan yang dapat diperbaiki kembali.

Dan sebagian dari perlengkapan itu memang benar-benar dihancurkan, guna pertanggungjawaban Jepang kepada Sekutu.
Akhirnya Pemerintah RI Daerah Riau memberangkatan Jepang secara bertahap dengan aman dan tenteram meninggalkan 'bumi lancang kuning'.
Riau yang mendapat kepercayaan dari Sekutu, dalam acara pemberangkatan Jepang ke negaranya berjalan aman, damai dan tanpa ada insiden yang berarti.***
   
 
 
 
 
 

Alamat Redaksi & Iklan :
 
Jl. Garuda No. 76 E Labuhbaru
Pekanbaru, Riau-Indonesia
  Mobile  : 081268650077
Email : yhalawa2014@gmail.com