SELATPANJANG - Masalah biaya masih menjadi momok utama bagi sebagian kalangan orang untuk memasukkan anaknya sekolah. Sehingga, ada anak ...[read more] "> SELATPANJANG - Masalah biaya masih menjadi momok utama bagi sebagian kalangan orang untuk memasukkan anaknya sekolah. Sehingga, ada anak " />
 
Home
Pj Wali Kota: Peringatan Hari Anak Nasional di Kota Pekanbaru Luar Biasa | Pj Walikota Pekanbaru Hadiri Silaturahmi Kebangsaan Bersama Wakapolri | Reaksi Cepat Bupati Nias Barat, Perintahkan Kadis PKP dan LH Terkait Rumah Warga Tidak Layak Huni | Kurangi Beban APBD, Dinsos Berupaya Alihkan PBI Pemda ke PBIJKN | Sinergikan Program Ketahanan Pangan 2024, DKP Pekanbaru Koordinasi Bersama DTPH Riau | STAIN Bengkalis Gelar Seminar Bijak Bermedia Sosial
Rabu, 29 November 2023
/ Meranti / 19:03:01 / Anak-anak Belajar Tanpa Seragam /
Anak-anak Belajar Tanpa Seragam
Selasa, 02/05/2017 - 19:03:01 WIB
Anak-anak yang diajarkan menulis dan membaca oleh pihak SLB Sekar Meranti Desa Anak Setatah - ist

REALITAONLINE.COM,SELATPANJANG - Masalah biaya masih menjadi momok utama bagi sebagian kalangan orang untuk memasukkan anaknya sekolah. Sehingga, ada anak usia sekolah dasar di Kepulauan Meranti belajar menulis baca tidak di tempat pendidikan resmi dan hanya mengenakan pakaian sehari-hari.

Seperti yang terjadi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti Desa Anak Setatah, Riau. Ada anak yang tidak cacat ingin bersekolah di SLB dengan alasan utama tidak memiliki biaya untuk dimasukkan ke sekolah umum (SD).

Hal itu diakui Kepala SLB Sekar Meranti Syafrizal, ketika ditemui di Selatpanjang, Senin (1/5/2017).

Kata Syafrizal, belum lama ini datang beberapa warga dan menemuinya. Warga meminta pihak SLB menerima anak-anak mereka untuk bersekolah di sana. Padahal, SLB itu dikhususkan bagi anak-anak yang mempunyai cacat atau tuna grahita. "Mereka ngotot minta pihak SLB menerima anak-anak tersebut untuk belajar di sini," kata Syafrizal.Alasannya, tambah Syafrizal, warga tersebut tidak memiliki banyak biaya untuk memasukkan ke sekolah umum. Terutama membeli baju seragam sehari-hari. "Kata mereka, kalau di SLB anak-anak didik diberi seragam, tas, buku, dan peralatan lainnya," beber Syafrizal.

Syafrizal pun mengaku sempat galau. Mau diterimanya belajar bersama anak-anak tuna grahita tidak mungkin. Mau ditolak, ia kasihan karena keluarga anak-anak itu sangat miskin, orang tuanya hanya nelayan tradisional.

Akhirnya, Syafrizal membuat kebijakan. Ia siap menerima dan mengajar anak-anak tersebut di SLB Sekar Meranti. 5 anak ini tidak terhitung sebagai anak didik resmi di SLB Sekar Meranti, mereka hanya diajarkan menulis dan membaca. "Kita juga tak bisa berikan seragam, hanya kita berikan buku, pensil atau pena," ujar Syafrizal.

"Jam belajar pun kita batasi dari pukul 07.00 hingga 09.00 WIB. Karena setelah itu guru fokus mengajar anak-anak tuna grahita," tambah Syafrizal.

Syafrizal pun mengaku akan berkoordinasi dengan pihak SD setempat. Jika memungkinkan ada solusi untuk membantu, anak-anak itu diarahkan ke sana untuk menuntut ilmu. Ada pun kelima anak-anak tersebut adalah Padel, Wowok, Julia, Iya, dan Ayu.(grc/roc)***
   
 
 
 
 
 

Alamat Redaksi & Iklan :
 
Jl. Garuda No. 76 E Labuhbaru
Pekanbaru, Riau-Indonesia
  Mobile  : 081268650077
Email : yhalawa2014@gmail.com